Hari ini, kota Samarkand di Uzbekistan relatif terpencil, meskipun masih dikenal terutama untuk reruntuhan abad pertengahan yang megah. Tapi lebih dari seribu tahun yang lalu, kota ini adalah salah satu kota terkaya di jalur perdagangan yang sangat terkenal, yang dikenal sebagai Jalan Sutra atau Silk Road. Sedangkan di di tahun 600 an M, rute hanya disebut hanya "Jalan Menuju Samarkand."
Budaya Samarkhand adalah hibrida dari pengaruh Iran dan Cina, agama disini juga dahulu juga campuran Zoroastrianisme dan tradisi-tradisi lain, dan kota ini milik sebuah kelompok etnis yang sekarang lenyap yang disebut Sogdians (Sogdiana).
Jalan Menuju Samarkan (Road to Samarkand)
Sudah berabad-abad berlalu sejak Jalan Sutra masih digunakan sebagai rute perdagangan utama, tetapi legenda ini tetap hidup. Baru-baru ini, sekelompok programmer menggunakan nama Silk Road untuk situs perdagangan online bitcoin anonim yang mengkhususkan diri dalam barang-barang ilegal. Ini cukup berbahaya, demikian juga jalan sutra masa lalu.
Banyak bagian dari rute jalan sutera yang sangat berbahaya, berkelok-kelok melalui pegunungan terjal dan jurang, serta menyusuri panasnya gurun Taklamakan di tepi barat China. Kafilah besar kadang-kadang tewas dalam tanah longsor dan badai pasir, atau dibunuh oleh geng perampok di daerah terpencil. Ada beberapa kota yang kaya di sepanjang jalan, dan kuil-kuil bertatahkan permata. Hampir semuanya bisa ditemukan dan di beli di sepanjang rute, mulai dari jubah sutra hingga narkoba dan budak.
Namun dalam kenyataannya, tidak hanya ada satu "jalan sutra". Rute perdagangan di lempeng Eurasia ini bercabang ke berbagai arah. Cabangnya ada yang mengarah jauh ke India, Timur Tengah, Asia Tengah dan China pesisir, lalu melompat ke seberang lautan ke Jepang dan Korea di satu sisi, dan ada yang melintasi Laut Arab antara India, Afrika dan Eropa di sisi lain.
Istilah "Silk Road" dipopulerkan oleh penjelajah Eropa pada abad kesembilan belas. Ilmuwan Jerman Ferdinand von Richthofen menciptakan istilah ini pada tahun 1877, ketika mencoba untuk menyusuri jalur yang terkikis waktu, setelah ekonomi dunia telah bergantung pada rute pengiriman laut. Juga, jalur ini tidak begitu dikenal oleh orang eropa, sampai Marco Polo menulis tentang perjalanannya pada abad ketiga belas. (Polo mungkin bukan orang eropa pertama yang melakukan hal ini, tetapi account-nya mempopulerkan ide dan menyebabkan lebih banyak orang eropa yang melakukan perjalanan)
Tapi bagi kebanyakan penduduk lokal, Jalan Sutra hanya sistem jalan raya setempat. Mereka menggunakan rute untuk pergi dari satu kota ke kota lain, dan lebih sedikit yang menggunakannya untuk menyeberangi perbatasan antara kerajaan.
Seperti yang dijelaskan sejarawan Yale Valerie Hansen dalam bukunya The Silk Road: A New History, sebagian besar orang yang tinggal di sepanjang rute akan menyebutnya "jalan ke kota berikutnya." Sering kali orang menyebutnya sebagai "jalan menuju Samarkand," karena Samarkand merupakan salah satu kota terkaya dan paling terkenal pada rute. Jika Anda melihat peta di atas, Anda juga dapat melihat bahwa Samarkand jatuh pada titik tengah antara Iran, India dan Asia Tengah. Jadi kota ini menjadi tengara yang diketahui banyak kelompok di daerah sekitarnya. Akibatnya bahasa Sogdian, bahasa Samarkand dan sekitarnya, adalah lingua franca di sepanjang rute perdagangan yang mengarah ke timur menuju Cina.
Mitos lain tentang Silk Road adalah bahwa yang dijual di sepanjang rute adalah sutera. Tentu sutra adalah komoditas utama, tapi sebagian besar digunakan sebagai uang (alat tukar). Kita tahu bahwa prajurit-prajurit penguasa lokal dibayar/ digaji dengan sutra, dan pedagang merasa jauh lebih mudah untuk membawa gulungan kain lembut ini daripada koin berat yang digunakan pada saat itu. Komoditas populer lainnya di Jalur Sutra juga (tidak mengherankan karena ringan) adalah: permata, rempah-rempah, musk, manuskrip, mineral, kaca, obat-obatan, dan berbagai tekstil.
Mungkin hal yang paling berharga yang dibawa bepergian sepanjang rute sutra adalah makhluk hidup. Orang Cina menempatkan nilai tinggi pada kuda yang kuat, sehat yang dipelihara oleh kelompok-kelompok nomaden yang memerintah stepa utara. Budak juga dibeli dan dijual di sepanjang rute. Salah satu dari beberapa dokumen yang masih ada sampai sekarangi di Sogdian adalah kontrak pernikahan dari tahun 700-an awal, yang berisi pasal yang membebaskan suami dan istri dari kewajiban mereka satu sama lain jika salah satu pihak merasa diperbudak. Ini luar biasa, karena hukum seperti ini telah ada di masa ketika perbudakan merupakan hal yang biasa di kehidupan sehari-hari. Konflik selalu terjadi lebih banyak di rute perdagangan dan wilayah sekitarnya. Dan ini dapat menaikkan atau menjatuhkan kedudukan dan nasib seseorang hanya dalam semalam, mengubah bangsawan kaya menjadi gembel dan sebaliknya.
Hansen juga berpendapat, Jalan Sutra mengubah dunia tidak dalam hal membawa sutra ke barat, atau kaca ke timur - sebaliknya, membawa imigran ke dan dari seluruh penjuru dunia. Dan dengan mereka datanglah ide-ide baru, penemuan-penemuan ilmiah baru, dan aliansi politik baru antara kelompok-kelompok yang berjauhan. Jadi yang paling umum digunakan untuk Silk Road adalah imigrasi, yang biasanya dilakukan oleh orang-orang yang ingin mendirikan pos-pos perdagangan atau melarikan diri dari penjajah. Suku Sogdian, yang kekayaan mereka mengakar secara luas di kota dagang Samarkand, juga adalah komunitas imigran terbesar Jalan Sutra itu.
Lahir Dengan Madu pada Mulut dan Lem di Tangan
Samarkand adalah sebuah kota kuno, mungkin didirikan oleh kelompok-kelompok yang datang dari Iran di 700an SM. Dibangun di atas bukit, dikelilingi oleh peternakan subur dan kebun. Kota ini kemudian ditaklukkan oleh Alexander di tahun 329 SM. Sekitar 600 tahun kemudian, ia ditaklukkan oleh dinasti Sasanid dari Iran. Meskipun kemudian kota ini diklaim bangsa-bangsa lain, mulai dari Turki hingga dinasti Tang China, kota ini tidak hancur oleh konflik-konflik yang mendidih di sekitarnya. Sebaliknya, kota ini justru tumbuh besar dan makmur.
Itu mungkin karena Samarkand membuka pintu untuk siapa saja yang mematuhi hukum perdagangan. Pasar kota itu terkenal dengan keragaman barang: Anda bisa membeli sesuatu dari penerjemah bahasa hingga budak seks. Para pengrajin kota terkenal karena kertas dan sutra yang mereka hasilkan. Ini adalah kota perdagangan dan industri, yang reputasinya menyebar karena suku Sogdians sering berimigrasi ke kota-kota perdagangan penting lainnya di Cina Barat seperti Dunhuang dan Chang'an (sekarang Xi'an). Kemanapun mereka pergi, suku Sogdians membangun lingkungan etnis yang hari ini mungkin akan kita namai "Samarkand Kecil" atau "Sogdiatown"
Reputasi Suku Sogdians dalam berdagang menjadi sangat terkenal. Sejarawan yang menyusun Buku "New Book of Tang, an official chronicle of the Tang Dynasty" yang selesai pada tahun 1060, menggambarkan pandangan Cina untuk suku Sogdians seperti ini:
Ketika mereka melahirkan anak laki-laki, mereka menempatkan madu di mulutnya dan lem di telapak tangannya sehingga ketika dia tumbuh, ia akan berbicara kata-kata manis dan koin yang dipegang di tangannya akan terus menempel di sana ... Mereka paandai berdagang, mencintai keuntungan, dan merantau ke luar negeri pada usia dua puluh. Mereka akan ada dimana keuntungan dapat ditemukan.
Gambaran diatas tidak persis begitu, juga tidak bermaksud menyanjung.
Pada awal abad kedua puluh, seorang arkeolog bernama Aurel Stein tengah menjajaki beberapa jalur perdagangan yang terpencil yang membentang pada rute perdagangan di Cina Barat. Di luar Dunhuang, ia menemukan kotak surat yang berisi 8 surat yang relatif terawat baik. Surat-surat itu ditulis dalam bahasa Sogdian - bahasa yang tak seorang pun di dunia modern yang pernah melihat sebelumnya - dan ditujukan kepada Samarkand
No comments:
Write comments